Oleh: Jumadi
Mappanganro
MENJALIN hubungan baik
dengan siapa saja sangat dianjurkan. Terlebih dalam hubungan dengan pengelola media
massa: surat kabar, stasiun televisi,
radio, dan media online. Anjuran ini berlaku bagi siapa saja, baik atas nama
pribadi maupun organisasi atau institusi. Sebab sangat banyak keuntungan yang
dapat dirasakan jika relasi kita dengan media massa terjalin baik.
Di antaranya adalah ide
dan aktivitas organisasi kita berpeluang besar dipublikasikan di media massa. Jika
dipublikasikan di media massa, maka ide atau aktivitas atau program organisasi
yang kita lakukan segera diketahui secara meluas.
Jika rutin
dipublikasikan, efek lanjutannya di antaranya adalah citra personal maupun organisasi
atau institusi kita bakal kian populer. Efek lainnya, ide dan program
organisasi kita dapat menginspirasi orang lain berbuat serupa, mengikuti ajakan
kita atau melakukan kegiatan positif lainnya.
Singkat kata, tak ada
rugi bagi mereka yang menjalin hubungan yang baik dengan media massa. Sebaliknya
justru akan menerima beragam efek positif yang mungkin saja tak disangka-sangka
datangnya.
Lalu pertanyaannya:
bagaimana cara menjalin hubungan baik dengan media massa? Menurut saya, beragam
cara bisa dilakukan. Di antaranya sejak awal idealnya kita bersikap dan
memandang media massa sebagai kawan atau mitra. Bukan menganggapnya sebagai lawan
atau musuh.
Sebab hanya orang atau
institusi yang perilaku sosialnya buruk di mata publik saja yang selalu
beranggapan media massa sebagai musuh. Karena mungkin ia khawatir perilaku
menyimpangnya dikontrol atau dipublikasikan oleh media massa.
Sementara wujud
bersikap positif atau memandang media massa sebagai kawan adalah merasa dan
menilai kehadiran media massa penting dan bermanfaat bagi pubik. Juga
tak alergi berbagi informasi dengan pengelola media massa.
Silaturahmi
Bagi seseorang atau
organisasi yang masih jarang dipublikasikan di media massa, saran saya adalah
Anda harus pro aktif agar bisa mengenal atau dikenal pengelola media massa.
Caranya antara lain, awali dengan menyempatkan bersilaturahmi ke kantor media
massa.
Tapi jangan datang
dengan tangan kosong. Maksudnya, jangan datang di kantor media tanpa membawa informasi
penting atau menarik untuk diberitakan. Datanglah membawa rilis tentang
kegiatan yang telah, sedang, atau akan Anda lakukan.
Bisa juga membawa
siaran pers dalam bentuk tertulis yang berisi ide atau aspirasi terkait isu
atau masalah sosial yang sedang Anda hadapi. Disertai sedikit penjelasan
tentang siapa Anda atau data berkaitan dengan organisasi Anda.
Pada saat silaturahmi
di kantor media, manfaatkan momen tersebut untuk saling mengenal. Jangan pulang
sebelum mencatat email dan nomor kontak jurnalis, redaktur, atau bagian dari
media tersebut yang dapat dihubungi sewaktu-waktu jika diperlukan.
Mengapa? Ini penting
karena boleh jadi suatu saat diperlukan kehadiran media massa untuk membantu memublikasi
kegiatan atau aspirasi Anda. Ada kalanya juga Anda merasa perlu memberi penjelasan
atau tanggapan atas berita yang dimuat di media massa.
Nah
jika itu dirasa mendesak dan Anda tak sempat lagi berkunjung ke kantor
media massa tersebut, maka solusinya dapat disampaikan melalui telepon
atau mengirim pesan
singkat elektronik (SMS) ke ponsel jurnalis atau redaktur media
tersebut. Bisa
juga melalui BBM atau surat elektronik (email).
Teman
tapi
Walau komunikasi bisa
dilakukan melalui ponsel atau lewat email, saya menyarankan agar Anda tak
sekali saja bertemu fisik dengan awak media di kantornya. Jika ada hajatan
penting dan dianggap perlu bertemu fisik dengan awak media, jangan sungkan
berkunjung lagi ke kantor di media tersebut.
Dapat pula dengan
mengundang perwakilan media massa menghadiri acara Anda. Ini penting karena
bagian dari upaya memelihara hubungan positif antara Anda dan media massa. Tapi
hubungan positif yang terjalin dalam konteks kesetaraan. Tak ada yang boleh
merasa lebih dibutuhkan dibanding yang lain.
Tapi perlu diingat, relasi
dengan media massa idealnya ibarat ‘teman tapi tak mesra’. Bermitra boleh. Tapi
jangan alergi ketika media massa menyampaikan saran, kritik atau mengontrol
Anda. Sebaliknya, awak media massa itu harus dapat berlapang dada jika menerima
kritik atau saran dari pembaca, pemirsa, atau pendengarnya.
Biaya
publikasi
Dibayarkah agar
informasi kita dipublikasikan di media massa? Pertanyaan ini selalu saya
dengar. Jawabannya ada yang gratis. Ada pula dibayar. Yang gratis adalah semua
informasi yang tidak dimaksudkan untuk advertorial, iklan, pariwara atau
sejenisnya.
Sementara yang dibayar
adalah informasi (teks/suara/visual/audiovisual) yang hendak disajikan dalam
bentuk advertorial, iklan, pariwara atau sejenis. Pada informasi yang disajikan
dalam bentuk advertorial, iklan, pariwara atau sejenisnya, kontennya bebas
sepenuhnya diisi dan diatur oleh pemesan.
Luas kolom untuk media
cetak dan online atau durasi untuk radio dan televisi juga dapat diatur
sedemikian rupa sesuai keinginan pemesan (pembayar iklan).
Beda perlakuan dengan informasi
yang tak dikenakan biaya publikasi (bukan iklan, advertorial, pariwara, dan
sejenisnya), tak ada kewajiban media massa untuk memublikasikan. Kalau pun
dipublikasikan, awak media bebas membuat sedemikian rupa informasi yang
diperolehnya dari Anda.
Pemberi informasi
(narasumber) tak diperkenankan mengatur jurnalis atau redaktur media massa
tersebut dalam hal mengolah informasi yang diberikan. Awak media boleh bebas
membuat informasi itu menjadi berita ‘besar’, ‘sedang’, ‘kecil’, atau bahkan tidak
sama sekali menjadikan berita (informasi yang dipublikasikan di media).
Nilai
berita
Tidak serta merta
setiap informasi itu layak publikasi. Dalam hal menentukan apakah informasi itu
layak diberitakan, jurnalis atau redaktur punya banyak pertimbangan.
Pertimbangan pertama dan utama adalah seberapa besar nilai beritanya. Nilai
dimaksud bukan ukuran harga. Melainkan diukur antara lain: apakah informasi itu
BARU (aktual), UNIK, PENTING, MENARIK dan BERPENGARUH bagi orang banyak?
Nilai berita itu juga
diukur seberapa erat/dekat hubungan (psikologis dan psikografis) antara
informasi yang hendak diberitakan dengan audiens media massa tersebut? Perihal
nilai kedekatan hubungan ini disebut PROXIMITY.
Semakin BARU, UNIK,
PENTING atau MENARIK, BERPENGARUH dan DEKAT HUBUNGAN antara informasi yang
hendak diberitakan dengan audiens media massa tersebut, maka nilai beritanya
semakin tinggi. Informasi yang nilai beritanya tinggi, semakin berpeluang
diberitakan. Sebaliknya semakin rendah nilai berita atas informasi tersebut,
maka kian kecil pula peluang dipublikasikan.
Perbedaan lain antara
BERITA (tak boleh dibayar) dengan ADVERTORIAL, PARIWARA, IKLAN dan sejenisnya
(berbayar) adalah dari sisi tanggungjawab atas kontennya. Konten pada berita yang
dibuat oleh jurnalis, sepenuhnya merupakan tanggungjawab media massa tersebut. Sedangkan
konten yang dibuat dalam bentuk advertorial, iklan, pariwara atau sejenisnya
sepenuhnya tanggungjawab pemesan iklan.
Nah terserah, ingin
sekadar diberitakan atau Anda berniat memasang iklan, advertorial, pariwara
atau sejenisnya. Boleh pilih satu di antaranya. Keduanya pun dapat dilakukan.
Tentu dengan konsekuensi plus minusnya masing-masing.
Cara lain yang dapat
dilakukan agar kegiatan Anda berpeluang dipublikasikan di media massa adalah
membuat citizen reporter. Anda sendiri yang membuat beritanya (pewarta warga).
Inilah yang disebut jurnalisme partisipatif atau jurnalisme warga. Syukurlah
kini banyak media massa menyediakan ruang bagi para pewarta warga.
Lebih dalam tentang apa
itu pewarta warga dan bagaimana caranya membuat citizen report yang layak publikasi, Anda bisa membaca tulisan saya: Semua Bisa Jadi Pewarta di blog ini.
Nah keseluruhan tulisan
ini hanyalah memuat secuil tips atau cara dari sekian banyak Strategi Membangun
dan Memelihara Relasi dengan Media Massa yang dapat Anda lakukan. (*)
Makassar, penghujung April 2014
Makassar, penghujung April 2014
Catatan:
Tulisan di atas merupakan intisari dari materi Membangun Relasi dengan Media
Massa yang saya sampaikan pada Pelatihan Pengembangan Pengelolaan Pengetahuan
‘Aisyiyah (P4A), Minggu 27 April 2014. Berlangsung di Gedung Serba Guna Aisyiyah,
Jalan Jenderal M Jusuf (eks Jalan Gunung Bulusaraung) Nomor 93 , Makassar.
Pelatihan ini digelar Pimpinan Pusat Aisyiyah. Diikuti puluhan pimpinan dan
kader ‘Aisyiyah se-Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Komentar
Posting Komentar