JUDUL
tulisan ini tak mengada-ada. Reportase atau pekerjaan mencari,
mengumpulkan, mengolah, hingga memublikasikan informasi melalui media
massa, tak lagi hanya domain para jurnalis/wartawan yang memang kerjanya
di media massa.
Kini siapa saja bisa jadi pewarta atau
penyampai berita. Lazim disebut citizen reporter. Kadang juga disebut
pewarta warga atau jurnalisme warga (citizen journalism).
Kini, banyak media yang dapat
menjadi wadah bagi warga biasa untuk memublikasikan karya
jurnalistiknya. Bisa dalam bentuk tulisan, foto, suara (audio), video,
gambar/grafis, maupun perpaduannya.
Sementara media yang dapat jadi
wadah penyalurannya, bisa melalui media arus utama (mainstream) semisal
surat kabar , majalah, tabloid, radio, dan televisi.
Dapat juga melalui
media online maupun media sosial lainnya: website, Facebook, Twitter,
Blog, dan serupa lainnya.
Di Sulawesi Selatan, patut disyukuri
karena hampir semua media massa di daerah ini memberikan kesempatan
bagi siapa saja warga yang ingin memublikasikan karya jurnallistiknya.
Satu di antara media massa itu adalah Tribun Timur yang menyediakan halaman Tribun Citizen dan rubrik Citizen Reporter.
Manajemen Tribun Timur dengan sadar dan sengaja membuka halaman Tribun Citizen atau rubrik Citizen Reporter karena beberapa pertimbangan.
Di antaranya jumlah jurnalis yang bekerja untuk Tribun Timur sangat sedikit dibanding luas wilayah liputan/distribusi Tribun Timur edisi cetak (print) yang menjangkau wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
Belum lagi Tribun Timur
dengan edisi online-nya yakni www.tribun-timur.com yang jangkauannya tak
lagi kenal batas wilayah jangkauan: di mana saja di belahan dunia ini,
sepanjang ada internet, bisa mengaksesnya.
Dengan demikian dipastikan sangat banyak peristiwa yang tidak terpantau para jurnalis Tribun Timur.
Padahal,
di antara peristiwa yang tak terjangkau ‘radar’ wartawan Tribun itu
sangat boleh jadi menarik atau penting pula diketahui publik.
Pertimbangan lain, disadari bahwa
sangat banyak warga yang bukan berprofesi jurnalis, namun memiliki
keterampilan menulis/melaporkan informasi yang tak kalah dengan
wartawan.
Bukan hanya itu, dengan kebijakan membuka ruang (space) bagi pewarta warga di Tribun Timur, itu artinya koran yang terbit perdana di Makassar 9 Februari 2004 ini telah mewujudkan yang namanya Jurnalisme Partisipatif.
Hal tersebut sekaligus sebagai penegasan bahwa para jurnalis di Tribun Timur
maupun di media mainstream lain yang juga membuka ruang jurnalisme
warga , sadar bahwa mereka bukanlah pusat pengetahuan tentang subjek
tertentu yang bersifat ekslusif.
Kendati kini
banyak surat kabar di Sulawesi Selatan membuka ruang untuk pewarta warga
atau citizen reporter, tetap saja kolom/ruangnya terbatas. Hanya di media online, bisa lebih leluasa.
Untuk media cetak, warga yang ingin
memublikasikan karya jurnalistiknya (tulisan dan foto) mesti bersaing
dengan pewarta lain.
Pengalaman saya mengelola halaman Tribun Citizen dan rubrik Citizen Reporter di Tribun Timur
edisi cetak, setiap hari saya menerima tiga hingga enam laporan dari
pewarta warga.
Namun yang dapat dipublikasikan rata-rata hanya tiga
hingga empat laporan sehari.
Nah pertanyaannya, apa saja kriteria laporan (tulisan dan foto) tersebut hingga dinilai layak terbit/publikasi?
Ruang terbatas
Banyaknya jumlah laporan dari pewarta warga yang masuk sementara ruang yang terbatas, maka solusi yang saya ambil adalah hanya laporan yang berkualitas atau layak muatlah yang didahulukan/diprioritaskan terbit.
Menurut saya secara umum, kriteria yang perlu diperhatikan para pewarta warga antara lain:
1. Isi laporan memenuhi unsur 5W + 1 H
5W
+ 1 H adalah singkatan dari WHAT (apa), WHO (siapa), WHEN (kapan),
WHERE (di mana) dan HOW (bagaimana). Ada juga yang mengganti 5W + 1H
dengan singkatan ASiKnaMBa yang merupakan kependekan dari: APA, SIAPA,
KAPAN, DI MANA, MENGAPA, BAGAIMANA.
Misalnya kita ingin
melaporkan atau membuat berita tentang kegiatan lembaga A, maka dalam
laporan yang akan dikirim untuk rubrik Citizen Reporter di Tribun Timur misalnya harus ada kejelasan perihal:
- APA: Apa nama kegiatan yang dibuat lembaga A tersebut?
-
SIAPA: Siapa penyelenggara kegiatan tersebut? Siapa saja yang
menghadiri kegiatan? Siapa saja narasumber pada kegiatan tersebut? Siapa
narasumber yang memberi keterangan tentang kegiatan tersebut? Siapa….
- KAPAN: Kapan acara itu digelar? Tanggal, bulan, tahun berapa?
- DI MANA: Di mana kegiatan tersebut di laksanakan? Di jalan mana? Kecamatan mana? Di kota/kabupaten mana? Di provinsi manakah?
- MENGAPA: Mengapa kegiatan tersebut digelar?
-
BAGAIMANA: Bagaimana jalannya acara tersebut? Bagaimana respon peserta
terhadap acara/kegiatan yang diikutinya? Adakah hambatan atau
lancar-lancar saja? dll
2. Panjang Laporan?
Jika
menginginkan laporan Anda dikirim dengan maksud dimuat di media cetak,
maka sebaiknya isi laporan tak terlalu panjang. Ini karena ruang di
media cetak sangat terbatas.
Berbeda halnya jika menginginkan laporan warga (citizen reporter) itu dipublikasikan di media online semacam: www.tribun-timur.com atau kompasiana,
maka pewarta bisa mengirimkan laporan yang panjangnya relatif bebas.
Bisa tak sampai sehalaman. Namun sangat bisa pula panjang laporan yang
Anda kirim lebih satu hingga dua halaman kwarto.
Khusus laporan untuk dimuat di media cetak, saran saya, panjang laporan sebaiknya antara enam hingga delapan paragraf saja.
Satu paragraf, idealnya rata-rata terdiri empat baris saja (jenis huruf timesnewroman font 12).
3. Identitas Pengirim Harus Jelas
Karena
berita adalah karya intelektual dan harus bisa dipertanggungjawabkan
kebenaran isinya, maka identitas pewarta warga harus jelas.
Identitas
dimaksud adalah: Nama, pekerjaan atau jabatan dalam organisasi. Tak lupa
melampirkan foto pewarta.
4. Dikirim ke mana?
Jika
laporan telah usai dibuat, langkah selanjutnya adalah mengirim laporan
tersebut melalui email ke media massa yang ditujukan.
Kalau untuk Tribun Timur bisa dikirim ke email: portaltribuntimur@gmail.com
5. Etika laporan
Karena
produk/laporan kita dibaca banyak orang dan heterogen, maka laporan
yang akan dikirim ke media massa mesti memerhatikan etika.
Nah berikut
ini beberapa etika jurnalisme warga yang harus diperhatikan bagi pewarta
warga:
*) Hindari pencemaran nama orang, kecuali untuk kepentingan publik
*) Tidak menyebarkan kebencian rasial dan pertentangan agama
*) Tidak menyebarkan hal-hal amoral atau mengabaikan kaidah kepatutan menyangkut seksual yang menyinggung perasaan umum
*) Mengedepankan kejujuran atau laporan yang dibuat tidak mengandung kebohongan
*) Tidak bermaksud menyampaikan promosi atau iklan palsu/terselubung
*) Pelanggaran hak cipta
*) Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas
*) Perhatikan kaidah hukum
*) Hindari konflik kepentingan
*) Mengirim citizen report hanya untuk satu media massa
*) Pelanggaran hak cipta
*) Jangan gunakan informasi tanpa sumber yang jelas
*) Perhatikan kaidah hukum
*) Hindari konflik kepentingan
*) Mengirim citizen report hanya untuk satu media massa
Nah demikian beberapa poin mendasar
yang bisa menjadi rujukan bagi siapa saja yang berminat menjadi pewarta
warga.
Selamat mencoba dan mempraktikkannya. Kalau bukan sekarang, kapan
lagi?
Makassar, 3-4 April 2014
Catatan:
*) Jumadi Mappanganro adalah Koordinator Liputan Tribun Timur.
**)
Tulisan ini dibuat untuk para peserta Pelatihan Jurnalisme Warga yang
digelar Yayasan Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) di
Kantor MAMPU, Jalan HA Mappanyukki, Makassar, 4 April 2014.
Komentar
Posting Komentar