Menjadi Travel Writer

Oleh Jumadi Mappanganro

TRAVELING atau berwisata tentu menyenangkan. Tapi ada hal yang sering terlewatkan ketika kita berwisata. Apa itu? Mendokumentasikan pengalaman berwisata tersebut dalam bentuk tulisan dan foto.

Padahal, dengan mendokumentasikan pengalaman berwisata itu sangat banyak manfaatnya. Minimal kita bisa berbagi cerita dengan orang lain. Harapannya agar orang lain juga bisa mengambil manfaat dari pengalaman wisata kita. Manfaat lainnya adalah agar pengalaman jalan-jalan kita itu tak mudah terlupakan.

Dengan membiasakan menulis pengalaman berwisata tersebut, maka kita sebenarnya telah menjadi  seorang travel writer. Mungkin ada yang bertanya apa sih travel writer?

Liburan di Pantai Akkarena, Makassar, 10 November 2012.

Mengacu kata yang membentuknya, travel writer bisa diterjemahkan sebagai penulis perjalanan. Bisa juga disebut penulis wisata. Bisa juga jurnalis travel. Aktivitasnya adalah traveling dan writing atau jalan-jalan sembari mendokumentasikan perjalanan tersebut dalam bentuk tulisan. Lebih baik lagi jika dilengkapi foto atau film.

Tak bisa dipungkiri, kata travel sangat identik dengan bidang pariwisata. Karena itu bicara travel writing, bisa pula dimaknakan sebagai kegiatan menulis tentang pariwisata. Sementara pengertian pariwisata pun sangat luas.

Karena itu, obyek travel writing pun tidak melulu menulis tentang destinasi. Bisa pula mengangkat tentang wisata adat atau budaya warga lokal, kuliner, maupun tentang wisata belanja di suatu daerah. Bisa juga tulisan tentang wisata sejarah, wisata religi, atau sekadar cerita tentang ole-ole atau souvenir khas suatu daerah.

Bisa bercerita tentang pariwisata daerah yang dikunjungi penulis. Bisa pula menulis tentang potensi wisata di sekitar pemukiman penulis. Singkatnya adalah menuliskan hal-hal baru, unik, menarik, maupun hal-hal penting yang bisa dijumpai pembaca di daerah penulis atau yang penulis jumpai saat mengunjungi daerah wisata. (*)

Makassar, April 2013

Komentar